KERENTANAN BUNUH DIRI DALAM PERSPEKTIF SOSIAL-PSIKOLOGI

Sri Purnama Wati, Khoirul Anam

Abstract


Masyarakat Kabupaten Blora, memiliki kerentanan terhadap perilaku bunuh diri. Sebelum masa pandemi, pada 2018 telah terjadi 23 kasus-angka ini merupakan yang tertinggi di Jawa Tengah. Pandemi Covid 19 memang menurunkan kasus bunuh diri, akan tetapi kejahatan tetap saja terjadi. Freud menyatakan bahwa bunuh diri dilakukan oleh orang yang mengalami gejala intrapsikis. Di antarnya useless, hopelees, depresi, loss of interest, loss of energy dan ambivalensi (perasaan terayun-ayun atara iya atau tidak) atas persoalan yang membelit pelaku. Sebagaimana dinyatakan Neale, dkk., (1996: 462) bahwa beberapa faktor yang yang menjadi penyebab umum orang melakukan bunuh diri adalah : sakit fisik yang serius, perasaan putus asa, tidak ada harapan, tidak berguna, terisolasi secara sosial, kehilangan cinta seseorang, kebangkrutan financial, dan depresi.Sementara itu, teori sosial utama yang dapatdigunakanuntukmembedah permasalahan ini adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Durkheim (1952: dalam Arisandi 2015: 53) menyatakan bahwa cara terbaik untuk melihat persoalan-persoalan rasisme, polusi, resesi ekonomi, dan bunuh diri adalah dengan menggunakan perspektif sosial, yakni mengedepankan kajian tentang dimensi sosial ketimbang individu. Fakta banyaknya masyarakat Blora yang rela merantau meninggalkan keluarganya menunjukkan bahwa nilai material uang merupakan nilai utama yang menjadi perekat keluarga, sekaligus perekat masyarakat. Pada titik itulah dapat difahami bahwa para pelaku bunuh diri di kabupaten ini sebagian besar merupakan orang tua yang tidak lagi produktif.

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.58403/annuur.v11i2.57

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

An-Nuur publised by Institut Agama Islam Al Muhammad Cepu

Gambar terkait